Salah satu alasan kami akhirnya memutuskan pergi ke bioskop menonton film Ave Maryam adalah lokasi syuting yang digunakan. Ya, Kota Semarang. Beberapa lokasinya bahkan memang sering digunakan untuk syuting. Lalu, seperti apa gambar yang ditampilkan?
Filmnya hanya berdurasi 73 menit. Namun membuat kami merasa waktu begitu lama. Rasa penasaran yang sudah dipendam sebelum masuk teater, sudah hilang. Oh tidak, ini bukan film yang selama ini biasa kami nonton. Sangat lambat, tidak banyak dialog dan harus berpikir lebih keras.
Datang dari kelas film festival Internasional
Langkah film dari sutradara Robby Ertanto sangat meyakinkan untuk pemilik bioskop menerima film yang mengusung genre drama ini. Karena menurut kami, tidak mudah film yang diputar di Semarang akan masuk dalam daftar.
Namun seiring waktu, beberapa film yang kurang lebih sama seperti Ave Maryam, bisa tembus juga. Ini menariknya. Penonton Semarang yang bukan datang dari pemetaan pemasaran film yang biasa kami pikirkan, generasi Z, bisa merasakan film-film yang diputar di kota lain, bisa diputar di Semarang.
Apalagi, setelah melihat poster dan kepo beberapa referensi, film yang dibintangi Maudy Koesnaedi dan Chicco Jericho ini diputar pada gelaran film festival. Seperti Hanoi International Film Festival , dan Hong Kong Asian Film Festival. (Ada pembuka video trailer)
Ada semacam prestasi yang menjadi garansi untuk pemilik gedung bioskop di Semarang mau menaruhnya di layar mereka. Bahkan hingga tulisan ini kami buat, sudah satu pekan film ini bertahan dari rilis resminya di bioskop tanggal 11 April 2019. Bisa bertahan 3 hari aja, udah syukur.
Alasan menonton, Semarang yang jadi latar
Jika biasanya melihat sosok Joko Anwar dibalik layar, maka film ini kami melihatnya sebagai salah satu pemain dan berperan sebagai pastor. Apakah ini kejutan? Entahlah.
Ceritanya film Ave Maryam sendiri sudah sangat banyak diulas. Pada intinya, Suster yang diperankan oleh Maudy Koesnaedi jatuh cinta pada pastor baru yang datang ke gereja, tempat si Maudy. Pastor yang diperankan Chicco ini menarik perhatian Suster.
Dalam balutan kisah keduanya yang akhirnya dapat mengeluarkan rasa saling sukanya, Kota Lama Semarang menjadi bagian pentingnya.
Ada Gereja Blenduk, gedung Spigel, jalanan dan yang paling banyak mendapatkan sorotan adalah Geraja Gedangan. Tahun 2017, kami pernah masuk ke dalam dan melihat langsung ruangan di sana.
Gereja yang dibangun sejak tahun 1808 ini memang sangat menarik. Kamu yang penasaran, bisa melihat beberapa gambar yang kami ambil saat berkunjung dalam rangka tour Kota Lama. Klik di sini.
Selain kawasan Kota Lama yang kami tangkap selama menonton, ada stasiun Tawang yang juga menjadi bagian penting dalam sebuah adegan perpisahan di dalam film.
Film Idealis
Bagi kami yang datang dari sisi penonton biasa, film semacam Ave Maryam memang unik. Tidak seperti film komersil lainnya yang bisa kami komentarin. Ini jual tampang, ini judulnya menjual dan sebagainya.
Banyak memasukkan sisi agama dalam film, memang bisa dikatakan sensitif buat sebagian penonton nantinya. Tapi buat yang ingin menikmati sebuah karya, film idealis seperti ini, memang harus dicoba sendiri.
...
Saat cinta datang, perasaan siapa pun yang merasakannya, tidak akan terbendung. Normalnya berpikir sebagai insan manusia biasa. Tapi ketika Suster dan Pastor mencoba menghubungkan perasaan itu. Banyak tantangan yang harus dihadapi.
Dilema dengan diri sendiri. Aturan yang harus ditaati, dan pilihan yang harus dihormati. Jalan yang benar bagi sebagian orang, belum tentu benar buat yang merasakan.
Pernah berkunjung ke Semarang? Pernah ke tempat-tempat yang ada di film?
Filmnya hanya berdurasi 73 menit. Namun membuat kami merasa waktu begitu lama. Rasa penasaran yang sudah dipendam sebelum masuk teater, sudah hilang. Oh tidak, ini bukan film yang selama ini biasa kami nonton. Sangat lambat, tidak banyak dialog dan harus berpikir lebih keras.
Datang dari kelas film festival Internasional
Langkah film dari sutradara Robby Ertanto sangat meyakinkan untuk pemilik bioskop menerima film yang mengusung genre drama ini. Karena menurut kami, tidak mudah film yang diputar di Semarang akan masuk dalam daftar.
Namun seiring waktu, beberapa film yang kurang lebih sama seperti Ave Maryam, bisa tembus juga. Ini menariknya. Penonton Semarang yang bukan datang dari pemetaan pemasaran film yang biasa kami pikirkan, generasi Z, bisa merasakan film-film yang diputar di kota lain, bisa diputar di Semarang.
Apalagi, setelah melihat poster dan kepo beberapa referensi, film yang dibintangi Maudy Koesnaedi dan Chicco Jericho ini diputar pada gelaran film festival. Seperti Hanoi International Film Festival , dan Hong Kong Asian Film Festival. (Ada pembuka video trailer)
Ada semacam prestasi yang menjadi garansi untuk pemilik gedung bioskop di Semarang mau menaruhnya di layar mereka. Bahkan hingga tulisan ini kami buat, sudah satu pekan film ini bertahan dari rilis resminya di bioskop tanggal 11 April 2019. Bisa bertahan 3 hari aja, udah syukur.
Alasan menonton, Semarang yang jadi latar
Jika biasanya melihat sosok Joko Anwar dibalik layar, maka film ini kami melihatnya sebagai salah satu pemain dan berperan sebagai pastor. Apakah ini kejutan? Entahlah.
Ceritanya film Ave Maryam sendiri sudah sangat banyak diulas. Pada intinya, Suster yang diperankan oleh Maudy Koesnaedi jatuh cinta pada pastor baru yang datang ke gereja, tempat si Maudy. Pastor yang diperankan Chicco ini menarik perhatian Suster.
Dalam balutan kisah keduanya yang akhirnya dapat mengeluarkan rasa saling sukanya, Kota Lama Semarang menjadi bagian pentingnya.
Ada Gereja Blenduk, gedung Spigel, jalanan dan yang paling banyak mendapatkan sorotan adalah Geraja Gedangan. Tahun 2017, kami pernah masuk ke dalam dan melihat langsung ruangan di sana.
Gereja yang dibangun sejak tahun 1808 ini memang sangat menarik. Kamu yang penasaran, bisa melihat beberapa gambar yang kami ambil saat berkunjung dalam rangka tour Kota Lama. Klik di sini.
Selain kawasan Kota Lama yang kami tangkap selama menonton, ada stasiun Tawang yang juga menjadi bagian penting dalam sebuah adegan perpisahan di dalam film.
Film Idealis
Bagi kami yang datang dari sisi penonton biasa, film semacam Ave Maryam memang unik. Tidak seperti film komersil lainnya yang bisa kami komentarin. Ini jual tampang, ini judulnya menjual dan sebagainya.
Banyak memasukkan sisi agama dalam film, memang bisa dikatakan sensitif buat sebagian penonton nantinya. Tapi buat yang ingin menikmati sebuah karya, film idealis seperti ini, memang harus dicoba sendiri.
...
Saat cinta datang, perasaan siapa pun yang merasakannya, tidak akan terbendung. Normalnya berpikir sebagai insan manusia biasa. Tapi ketika Suster dan Pastor mencoba menghubungkan perasaan itu. Banyak tantangan yang harus dihadapi.
Dilema dengan diri sendiri. Aturan yang harus ditaati, dan pilihan yang harus dihormati. Jalan yang benar bagi sebagian orang, belum tentu benar buat yang merasakan.
Pernah berkunjung ke Semarang? Pernah ke tempat-tempat yang ada di film?
Artikel terkait :
- Review Film Antologi Rasa
- Review Film DOA (Doyok Otoy Ali Oncom) : Cari Jodoh
- Review Film Milly & Mamet
- Review Film Aruna dan Lidahnya
- Lainnya
Informasi Kerjasama
Hubungi lewat email dotsemarang@gmail.com
Atau klik DI SINI untuk detail lebih lengkap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar